Apakah Kamu Benar-benar Bangun? Mr. Robot dan Dunia yang Terasa Seperti Mimpi Buruk

 img src /curbed NY

“Sometimes I dream of saving the world. Saving everyone from the invisible hand… But I can’t even save myself.”

— Elliot Alderson

Di dunia di mana semua orang sibuk menjadi versi online dari dirinya sendiri, Mr. Robot hadir sebagai peringatan sunyi: apa yang terjadi kalau kamu tidak tahu siapa kamu sebenarnya? Serial ini tak sekadar mengangkat tema peretasan atau distopia digital, tapi menelanjangi satu hal yang paling menakutkan—ketika realitas yang kamu jalani bukan lagi milikmu.

Elliot tidak tahu apakah ia bangun atau masih bermimpi. Tidak tahu apakah yang ia hadapi benar-benar terjadi atau hanya simulasi dari pikirannya sendiri. Bagi orang lain, ini mungkin delusi. Tapi bagi Elliot, ini kenyataan. Dan itulah inti dari disosiasi—rasa asing terhadap diri sendiri dan dunia di sekitar.

Mr. Robot tidak menyederhanakan gejala disosiatif. Serial ini merangkai mereka perlahan, penuh keraguan, dan tidak pernah memberimu jawaban mutlak. Sama seperti hidup.

Salah satu kekuatan sinematik Mr. Robot ada pada visualnya yang tak biasa: wajah Elliot sering ditempatkan di ujung frame, meninggalkan ruang kosong yang menyesakkan di sebelahnya. Kamera tidak berusaha dekat dengan karakter—karena Elliot sendiri pun menjauh dari dirinya.

Dan ketika ia berbicara pada “kita”—penonton—itu bukan hanya breaking the fourth wall. Itu adalah bisikan batin yang tak pernah didengar orang lain. Hanya kamu, yang ikut tenggelam dalam dunianya.

Di permukaan, Mr. Robot adalah tentang peretasan, revolusi, sistem ekonomi dunia yang timpang. Tapi inti emosionalnya adalah luka: luka masa kecil, luka kehilangan, luka yang tak bisa dihapus bahkan dengan kode.

Kita sering melihat pahlawan yang ingin menyelamatkan dunia. Tapi Elliot? Dia hanya ingin tahu siapa dirinya. Dan itu terasa jauh lebih sulit.

Episode-episode terakhir menempatkan kita di ruang yang nyaris surealis: Elliot menjalani hidup lain, dengan ayah yang baik dan cinta yang tidak pernah hilang. Tapi semua itu tidak nyata. Dan yang paling menyakitkan adalah ketika ia tahu... ia lebih bahagia di dalam kebohongan itu.

“If this is a dream, please don’t wake me up.”
Tapi kita selalu bangun, bukan?

Mr. Robot tidak menawarkan pelarian. Ia memberi cermin.

Dan kadang, pantulan di dalamnya bukan siapa yang kita kenal, tapi siapa yang kita sembunyikan.

Kalau kamu pernah merasa hidupmu bukan milikmu, mungkin kamu tidak sendirian.

Karena di dunia yang terlalu bising, suara hati kita justru terdengar paling samar.

Comments

Popular posts from this blog

Drawing Closer: Perjalanan Emosi yang Tak Terlupakan

Chloë Grace Moretz: Versatility is Power

Hollywood? Ini Aksi Jepang yang Lebih Membumi dan Menegangkan